Rabu, 10 Juni 2015

I Want Mother, Not Monster

Ini kali kedua gw ajak Sidqi, anak gw yang masih 5 taon, untuk ikutan lomba menghafal surat pendek. For your info, Sidqi ini punya personality yang agak berbeda dari emaknya. Sidqi lebih introvert, santun, dan ogah pamer kebolehan. Padahal, ya bow, dia udah hapal banyaaakk banget surat di juz 30, sampai Al-Bayyinah! Super sekali ga tuh?

engan ogah-ogahan dia meladeni permintaan emaknya untuk segera mandi. "Sidqi ayo mandi! Lombanya mulai jam 8! Nanti kamu telat!"
"Aku ga mau lomba Buuu...."
"Heh! Kalo ga mau lomba, ntar SEMUA mainan kamu ibu sumbangin ke Panti Asuhan!"
Demi mendengar gelegar ancaman yang super sadis itu, Sidqi segera mematuhi titahku. Dan, bertiga bareng utinya, kami menempuh perjalanan ke SD Al-Falah Darussalam. Tujuannya? Buat ikutan ntuh lomba.
***
"Buuu... aku malu bu.... aku takut...."
"Takut??? Takut sama apa???"
"Aku takut kalau nanti nggak menang..."
"Sidqi, ibu tuh gak minta kamu buat menang. Ibu cuma mau kamu BERANI untuk ikut lomba. Itu aja."
Peserta lomba sekitar 43-an bocah. SEMUANYA berani untuk maju ke depan dewan juri. Gak grogi blas. Pede tingkat tinggi. Dan, Sidqi--yang dapat nomor urut tampil 25--teteup nangkring dengan pasrahnya di pangkuanku.
"Sidqi, lihat tuh, semuanya berani, ayoo... kamu pasti bisa," gw coba semangati. Apalagi, setelah diundi, Sidqi ternyata harus baca QS Al-Lahab. Dan, dia hapal banggettsss tuh surat.

"Peserta berikutnya, nomor 25...." MC memanggil anakku. Sidqi masih mogok. Gw gandeng dia menuju ke depan. Rada tengsin juga sih, karena peserta yang lain kagak ada yang diperlakukan seistimewa itu.
"Ayo, baca surat Al-Lahab yaa..."
Sidqi masih enggan buka mulut.
"Ibunya duduk di sampingnya aja...." juri lomba mulai intervensi.
Oh, oke. gw duduk di samping Sidqi. "Ayo dek, coba dibaca surat Al-Lahabnya..."
Sidqi masih mingkem.
"Coba, ibu duduk di belakang putranya...." juri yang lain ikut sumbang saran.
Gw ganti posisi. Sidqi masih aksi tutup mulut. Arrrghhh, kalo nggak di depan orang banyak, gw udah siap2 melayangkan cethotan super-nylekit buat si bocah yang ngeseliiiin banget ntuh.

Sedetik, dua detik, sepuluh detik... Sidqi masih mingkem semingkem-mingkemnya...Ini bagian yang paling aku benci. Matanya mulai menunjukkan gejala 'gerimis mengundang'. Para penonton keliatan "takjub" ngeliat tingkah "ajaib" kami berdua. Betapa sangat jelas dan clear, bahwa sebenarnya Sidqi enggak doyan ikutan nih lomba, dan dia terpaksa ngejogrok di sini, demi menuruti ambisi emaknya.

Sidqi segera gw tuntun keluar venue lomba. Campur aduk rasanya. Ngeliat aksi mogok dia jelas bikin empet. Tapi, ngomel2 di tengah lautan manusia ini, jelas bukan pilihan bijak. Utinya tampil sebagai 'malaikat'. "Mas Sidqi, kenapa tadi kok nggak mau ngaji? Bukannya kalau tadi ngaji, kan malah nggak malu? Kalau nggak ngaji, lebih malu kan?"
Sidqi still mingkem.

"Saknone rek mas Sidqi..."
"Sakno? Kasihan?" aku langsung nyolot, "Justru, harus dipecut nih Uti...."
Sidqi melotot.

Ketimbang memicu pertengkaran anak-beranak, aku memutuskan untuk hengkang, dan jualan majalah. Ada satu ibu2 cantik dari TK Al-Hikmah, yang memutuskan langganan majalah 6 bulan. Harganya kan 57 ribu, dia kasih 60 ribu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar